Sustainable Tourism: Liburan Asyik Juga Bertanggung Jawab

Sustainable Tourism

Sustainable Tourism, gue dulu tipe turis yang cuma mikirin itinerary dan feed Instagram. Pokoknya, tempat hits harus didatangi. Selfie, unggah, cabut. Gak pernah mikir, siapa yang bersihin sampah gue? Siapa yang terganggu sama drone yang gue terbangin di desa kecil itu?

Sampai akhirnya, satu kejadian di Desa Penglipuran, Bali, bikin gue sadar betapa egoisnya gue selama ini.

Satu Tatapan, Satu Teguran Diam-Diam

Sustainable Tourism

Waktu itu, gue motret ibu-ibu lokal yang lagi duduk di depan rumah adat. Beliau pake kain khas Bali, dan background-nya cantik banget. Tanpa izin, gue langsung ambil gambar. Lalu dia melihat gue. Tatapannya… bukan marah, tapi kecewa.

Gue merasa bersalah. Gue senyum, lalu minta izin. Dia cuma bilang, “Sebaiknya minta dulu.”

Kalimat itu sederhana. Tapi kena banget.

Sustainable Tourism: Konsep yang Tadinya Asing Banget Buat Gue

Gue mulai cari tahu. Ternyata sustainable tourism itu bukan sekadar buang sampah pada tempatnya. Tapi tentang:

  • Menghormati budaya lokal

  • Mendukung ekonomi masyarakat sekitar

  • Melindungi lingkungan

  • Tidak merusak warisan alam maupun budaya

Gue langsung keinget betapa seringnya gue pesan hotel murah di aplikasi asing, makan di resto franchise, dan belanja oleh-oleh di tempat yang harganya malah gak adil buat pengrajin lokal.

Perjalanan Gue Menjadi Turis yang Lebih Bertanggung Jawab

Setelah itu, gue mulai ubah cara gue bepergian. Bukan langsung sempurna, tapi satu demi satu.

1. Nginep di Homestay Lokal

Gue pernah nginep di homestay sederhana di Sumba. Bangunannya masih semi kayu, gak ada AC, tapi keramahan keluarga yang punya rumah… priceless.

Mereka masak makanan khas untuk tamu, ngajak ngobrol, bahkan ajak gue ikut ke ladang pagi-pagi. Itu pengalaman yang gak bisa didapet di hotel bintang lima.

Dan yang paling penting? Uang gue langsung bantu penghasilan keluarga itu. Gak nyangkut dulu di kantor pusat booking online luar negeri.

2. Belanja dari Pengrajin Asli

Di Jogja, gue sempat ikut workshop batik tulis. Bayarnya gak murah, tapi gue tahu nilai karyanya. Gue ngobrol langsung sama ibu-ibu pembatiknya. Dan waktu gue bawa pulang kain batik hasil buatan tangan, rasanya… beda.

Gue jadi makin sadar, suvenir itu bukan cuma barang. Itu cerita.

3. Transportasi Ramah Lingkungan

Gue mulai rajin jalan kaki atau sewa sepeda kalau lagi di kota kecil. Selain hemat dan sehat, gue bisa lebih “merasakan” suasana kota.

Naik ojek lokal juga jadi momen buat ngobrol. Pernah gue naik ojek di Solo, dan bapaknya nyeritain sejarah kampung batiknya sepanjang jalan. Gratis tour guide!

Kesalahan yang Masih Sering Dilakuin Banyak Turis (Termasuk Gue Dulu)

Sustainable Tourism

❌ Selfie di Situs Suci

Sustainable Tourism Banyak yang gak sadar (gue juga dulu), bahwa beberapa tempat itu bukan cuma spot Instagram. Itu tempat keramat. Masuk area pura atau candi, jangan main asal foto. Hormati dengan pakaian dan sikap.

❌ Makan di Tempat “Aman”

Kadang orang takut coba makanan lokal. Tapi justru warung kecil di gang itu yang ngasih pengalaman kuliner paling otentik. Dan lo bantu dapur mereka tetap ngebul.

❌ Buang Sampah di Tempat Tersembunyi

“Cuma satu bungkus kok.” Tapi kalau semua turis mikir gitu? Hancur. Gue pernah liat gunungan plastik di tebing Nusa Penida—semuanya dari wisatawan.

Sustainable Tourism Gak Harus Ribet atau Mahal

Sustainable Tourism Banyak yang mikir, jadi wisatawan berkelanjutan itu susah. Padahal enggak.

  • Bawa tumbler sendiri = hemat dan kurangi botol plastik

  • Pakai sabun batangan = kurangi kemasan cair

  • Support tour guide lokal = bantu ekonomi daerah

  • Posting dengan edukasi = bantu sebar awareness

Bahkan hal sekecil nggak nginjek tanaman liar waktu hiking itu udah bentuk tanggung jawab, dikutip dari laman resmi Wikipedia.

Manfaat Pribadi yang Gue Rasain dari Wisata Berkelanjutan

Sustainable Tourism Gak cuma bantu lingkungan, ternyata gaya traveling kayak gini lebih memuaskan secara emosional.

Gue bener-bener ngerasa connect sama tempat dan orang yang gue temui. Gak cuma jadi penonton, tapi jadi bagian dari cerita.

Dan tau gak? Banyak banget orang lokal yang seneng ngobrol. Mereka cerita budaya, sejarah, dan bahkan ngajarin hal-hal kecil yang bikin lo pulang gak cuma bawa foto, tapi juga makna.

Tips Traveling Lebih Berkelanjutan (Yang Gak Menggurui, Sumpah)

Sustainable Tourism

  1. Riset sebelum datang
    Cari tahu aturan adat, pakaian, atau larangan lokal. Itu bentuk rasa hormat paling dasar.

  2. Tolak tawaran eksploitasi hewan
    Foto sama hewan liar, naik gajah, atau atraksi yang menyiksa… mending gak usah. Banyak turis gak tahu betapa kejam prosesnya.

  3. Dukung bisnis kecil
    Warung, toko oleh-oleh, dan penginapan milik warga lokal—itu yang butuh dukungan kita. Uang lo lebih berdampak di sana.

  4. Ambil hanya foto, tinggalkan hanya jejak
    Klise, tapi bener. Jangan ambil pasir, batu, atau tanaman dari tempat wisata. Biarkan tetap utuh.

Realita: Gak Semua Orang Sadar, Tapi Kita Bisa Mulai Duluan

Sustainable Tourism gue masih sering lihat turis buang sampah sembarangan, naik drone di pura, atau minta diskon ke pengrajin yang udah banting harga. Kadang kesel. Tapi gue juga belajar, perubahan itu gak bisa instan.

Yang bisa kita lakuin? Mulai dari diri sendiri. Edukasi orang sekitar. Dan pelan-pelan… pola pikir itu nyebar.

Sustainable Tourism Traveling yang Meninggalkan Kesan Tanpa Merusak Alam

Sustainable tourism bukan gaya hidup elit. Ini soal tanggung jawab kecil yang kita lakukan saat menikmati keindahan dunia.

Gue pernah jadi turis yang gak peka. Tapi sekarang, gue pengen jadi traveler yang ninggalin jejak baik, bukan beban buat tempat yang gue kunjungi.

Kalau lo juga ngerasa hal yang sama—yuk, kita mulai bareng-bareng. Gak harus sempurna. Yang penting, sadar dan mau berubah.

Baca Juga Artikel dari: Kampanye Lingkungan Hidup: Tantangan Harapan untuk Bumi

Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Travel

Author